PENGANTAR
KESEHATAN MENTAL
A.
ORIENTASI KESEHATAN MENTAL
1.
Orientasi Klasik
Orientasi
klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan
sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat
adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya.
Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak
ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
2.
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya
dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak
dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya
semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu
dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan
tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam
masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang
absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain
yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan
perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku
yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan
agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya
tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat
dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat
mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya?
Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat
mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan
contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal
yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita
tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’
pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas
terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat
yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia
adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara
keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya
berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
3.
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan
potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan
dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi
pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal
pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan
tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada
perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang
membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah
mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau
menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan
dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya sekedar usaha
untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak
akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali
jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh
aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan
sosial.
Sumber:
B.
KONSEP SEHAT
· DEFINISI SEHAT
Sehat
merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual. Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan
bahwa suatu keadaan yang sempurnabaik secara fisik, mental dan sosial serta
tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO,1947).Definisi WHO tentang
sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang
positif (Edelman dan Mandle. 1994):
1.
Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2.
Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3.
Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
UU
No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai
satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Dalam
pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal
(psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan
fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
· FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEYAKINAN DAN TINDAKAN
- KESEHATAN
1.
Faktor Internal
a. Tahap
Perkembangan
Artinya
status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini
adalahpertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia
(bayi-lansia)memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda. Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus
mempertimbangkan tingkatpertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan
perncanaan tindakan.Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk
mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan
penanganan atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit.
b.
Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuanuntuk memehami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakanpengetahuan tentang kesehatanuntuk
menjaga kesehatan sendirinya.
c.
Persepsi tentang fungsi
Cara
seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap
kesehatan dan cara melaksanakannya.Contoh, seseorang dengan kondisi jantung
yang ronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang
tidakpernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan
terhadapkesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang
cenderung berbeda-beda. Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari
penyakit akut yangparah mungkin akan mengubah keyakinan mereka terhadap
kesehatan dan cara merekamelaksanakannya. Untuk itulah perawat mengkaji tingkat
kesehatan klien, baik data subjektif yiatutentang cara klien merasakan fungsi
fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, ataunyeri), juga data objektifyang
aktual (seperti, tekanan darah, tinggi badan, dan bunyiparu). Informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikanperawatan klien secara
lebih berhasil.
d. Faktor Emosi
Faktor
emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan
hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan
dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin
mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang
tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin
akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani
pengobatan.Contoh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering batuk
mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat
menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan.Banyak orang yang
memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanandengan kenyataan yang
ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko menderitakanker dan akan
menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari pengobatan.Ada beberapa
penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehinggamereka akan
mengakui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatanyang tepat.
e.
Spiritual
Aspek
spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya,mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan
keluarga atauteman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual
bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan
seseorang.Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap
kesehatan dilihatdari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan
kesehatan dengankeyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah
memberikan seseorang. keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan
dipandang oleh beberapa orangsebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan
secara utuh. Pelaksanaanperintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih
secara spiritual.
Ada
beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan
tertentu,sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka
dapatdilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
2.
Faktor Eksternal
a. Praktik
di Keluarga
Cara
bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara
klien dalam melaksanakan kesehatannya. Misalnya:
Jika
seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapatberpotensi mejadi
penyakit beratdan mereka segera mencari pengobatan,maka bisasnya anak tersebut
akan malakukan hal yang sama ketika mereka dewasa. Klien juga kemungkinan besar
akan melakukan tindakan pencegahan jikakeluarganya melakukan hal yang sama.
Misal: anak yang selalu diajakorang tuanya untuk melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin, maka ketikapunya anak dia akan melakukan hal yang sama.
b.
Faktor Sosioekonomi
Faktor
sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
danmempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya.Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup,
dan lingkungankerja.
Sesorang
biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompoksosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan carapelaksanaannya.
c. Latar Belakang Budaya
Latar
belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk
sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi. Untuk
perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa
yang digunakan.
- PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN
PENYAKIT
a.
Peningkatan Kesehatan Pasif
Merupakan
strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari
kegiatan yang dilakukan oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri. Misal:
Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM); Portifikasi pada susu dengan
vitamin D.
b.
Peningkatan Kesehatan Aktif
Pada
strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan program
kesehatan tertentu. Misal: Program Penurunan BB, dan Program pemberantasan
rokok, menuntut keikutsertaan klien secara aktif.
Sumber:
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Zaman
Prasejarah
Manusia
purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis,
dll.
Zaman
peradaban awal
1.
Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit
mental)
2.
Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit
mental)
3. Plato
(gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi
dari dewa dewa)
Zaman
Renaissesus
Pada
zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan
filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakitmental tenggelam dalam
dunia tahayul.
Era Pra
Ilmiah
1.
Kepercayaan Animisme
Sejak
zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu
kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh
roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami
gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari
kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan
kurban.
2.
Kepercayaan Naturalisme
Suatu
aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam.
Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai
penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan
menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat
roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang
dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan
sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakitmental. Dia terpilih menjadi
kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai,
diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20
tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di
sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka
tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
Era
Modern
Perubahan
luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguanmental terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783.
Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit
Pensylvania. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics
(orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan
tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya
pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur
dengan air.
Rush
melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang
menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara
berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan
dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Pada
tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. Perkembangan
gerakan mental hygiene ini tidak lepas dari jasa Clifford Whitting Beers
(1876-1943) bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the
MentalHygiene Movement.� Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam
bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat
manusiawi.
Secara
hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946,
yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health
Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan
kesehatan mentalseluruh warga masyarakat.
Bebarap
tujuan yang terkandung dalam dokumen tersebut meliputi
1)
Meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat Amerika Serikat, melalui
penelitian, investigasi, eksperimen, penayangan kasus-kasus, diagnosis, dan
pengobatan.
2)
Membantu lembaga-lembaga pemerintah dan swasta yang melakukan kegiatan
penelitian dan meningkatkan koordinasi antara para peneliti dalam melakukan
kegiatan dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitiannya.
3)
Memberikan latihan terhadap para personel tentang kesehatan mental.
4)
Mengembangkan dan membantu negara dalam menerapkan berbagai metode pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan terhadap para pengidap gangguan mental. Pada tahun
1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya
National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus
berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu
perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini
dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health
Organization.
Sumber:
TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
A.
Kepribadian Sehat Berdasarkan Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis
merupakan suatu bentuk model kepribadian. Teori ini sendriri pertama kali
diperkenalkan oleh Sigmun Freud (1856-1938). Freud pada awalnya memang
mengembangkan teorinya tengtang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan
jiwa dan dengan konsep teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan
bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau
dorongan yang mencari pemunculan dalam perilaku dan pikiran. menurut teori
psikoanalisa, inti dari keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi
dari kesadaran individual.
Dan
apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan
gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut
psikoneurosis.
Dengan
kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan tidak sadar
yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari”
/ (unconscious motivation) menguraikan ide kunci dari psikoanalisa.
Psikoanalisis mempunyai metode untuk membongkar gangguan – gangguan yang
terdapat dalam ketidaksadaran ini, antara lain dengan metode analisis mimpi dan
metode asosiasi bebas.
Teori
psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu
energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu
untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada
fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.
- Id
merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego
dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan
menghindari yang tidak menyenangkan.
- Ego
merupakan bagian “eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional
berdasakan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara
realistis,yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang
ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.
- Super
Ego merupakan gambaran internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan
orang tua dan lingkungan seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati
nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau
salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Freud
mengumpamakan pikiran manusia sebagai fenomena gunung es. Bagian kecil yang
tampak diatas permukaan air menggambarkan pengalaman sadar, bagian yang jauh
lebih besar di bawah permukaan air yang menggambarkan ketidaksadaran aeperti
impuls, ingatan. Nafsu dan hal lain yang mempengaruhi pikiran dan perilaku.
Meskipun
masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai
fungsi,sifat,komponen,prinsip kerja,dinamisme,dan mekanismenya sendiri,namun
mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit(tidak
mungkin)untuk memisah-misahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya
terhadap tingkah laku manusia.Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari
interaksi diantara ketiga sistem tersebut,jarang salah satu sistem berjalan
terlepas dari kedua sistem lainnya.
Kepribadian
yang sehat menurut psikoanalisis:
1.
Menurut freud kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola
perkembangan yang ilmiah.
2.
Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3.
Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4. Tidak
mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat
menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan
B.
Kepribadian Sehat Menurut Aliran Behavioristik
Behaviorisme
juga disebut psikologi S – R (stimulus dan respon). Behaviorisme menolak bahwa
pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psokologi memiliki
batas pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang
yang dapat diamati. Teori Behaviorisme sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
John B. Watson (1879-1958)
Aliran
behaviorisme mempunyai 3 ciri penting.
1.
Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku
2.
Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak
dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat
bawaan.
3.
Memfokuskan pada perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami
antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak
tentang perilaku kita sendiri dari studi tentang apa yang dilakukan binatang.
Menurut penganut aliran ini perilaku
selalu dimulai dengan adanya rangsangan yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh
suatu reaksi beupa respons terhadap rangsangan itu. Salah satu penganut watson
yang sangat besar masukannya untuk perkembangan behaviorisme adalah B.F.
Skinner. Aliran ini memandang manusia seperti mesin yang dapat dikendalikan
perilakunya lewat suatu pengkondisian. Ini menganggap manusia yang meberikan
respon positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia di anggap tidak
memiliki sikap diri sendiri.
Jadi
menurut Behaviorisme manusia dianggap memberikan respons secara pasif terhadap
stimulus-stimulus dari luar. Kepribadian manusia sebagai suatu sistem yang
bertingkah laku menurut cara yang sesuai peraturannya dan menganggap manusia
tidak memiliki sikap diri sendiri.
Kepribadian
yang sehat menurut behavioristik:
1.
Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan
lingkungannya
2.
Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3.
Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap
dengan bawaan sendiri
4.Menekankan
pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif
C. Pendapat Erich Fromm (Ciri – Ciri Kepribadian yang Sehat)
Ketergantungan
kesehatan jiwa pada kodrat masyarakat berarti setiap masyarakat mengemukakan
definisinya sendiri tentang kesehatan jiwadan definisi ini dapat berbeda – beda
sesuai dengan waktu dan tempat yang berbada – beda.
Fromm mengemukakan lima kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan
dan keamanan
1. Hubungan
Ada beberapa cara menemukan hubungan, destruktif
(tidak sehat) dan konstruktif (sehat). Sedangkan cara yang sehat untuk
berhubungan dengan dunia ialah melalui cinta. Cinta memuaskan kebutuhan akan keamanan
dan juga menimbulkan suatu perasaan integritas dan individualitas.
2. Transendensi
Merupakan kebutuhan manusia untuk mengatasi atau
melebih – lebihi peranan – peranan pasif sebagai ciptaan. Maksudnya yaitu
dengan kematian, ketidakberdayaan, dan masih banyak hal lainnya yang menjadi
batasan manusia. Manusia didorong untuk menjadi lebih berkembang dan dalam
keadaan tercipta menjadi pencipta, pembentuk yang aktif dari kehidupannya
sendiri.
3. Berakar
Berakar disini adalah maksudnya yaitu ikatan. Pada
dasarnya manusia diciptakan untuk menjalin ikatan – ikatan yang kuat dalam tali
persaudaraan.
4. Perasaan Identitas
Setiap individu membutuhkan suatu perasaan identitas
sebagai individu yng unik suatu identitas yang menempatkannya terpisah dari
orang lain dalam hal perasaannya tentang dia, siapa, dan apa.
5. Kerangka Orientasi
Bertalian dengan pencarian suatu perasaan diri yang
unik ialah suatu pencarian frame of reference atau konteks dengan mana
seseorang menginterpretasikan semua gejala dunia.
Sumber :
Sarwono,
Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane. (2011). Psikologi pertumbuhan: model-model kepribadian sehat. Yogyakarta: Kanisius
Puspitawati,
I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo.(1996). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum I.
Jakarta. Gunadarma.
Riyanti,
Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri diktat kuliah psikologi umum 2. Depok:
Universitas Gunadarma.
KONSEP PENYESUAIAN DIRI
PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRI
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu
terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam
penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan
masyarakat. Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan
diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional
dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan
berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah. Penyesuaian yang
sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang
antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak
terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun,
penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus
menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai
pribadi sehat. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Kepribadian yang sehat
ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis,
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Pengertian
penyesuaian diri adalah proses yang diharapi oleh individu dalam mengenal
lingkungan yang baru. Menurut Schneider (dalam Partosuwido, 1993) penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan
kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat. Menurut Callhoun
dan Acocella (dalam Sobur, 2003), penyesuaian dapat didefenisikan sebagai
interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain,
dan dengan dunia individu. Menurut pandangan para ahli diatas, ketiga faktor
tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat
timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor
lain.
Menurut Schneiders (1964), pengertian penyesuaian diri
dapat ditiinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:
·
Penyesuaian sebagai adaptasi --- Menurut pandangan
ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri
secara fisik, bukan penyesuaian dalam arti psikologis, sehingga ada
kompleksitas kepribadian individu dengan lingkungan yang terabaikan.
·
Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas ---
Penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas
terhadap suatu norma. Pengertian ini menyiratkan bahwa individu seakan-akan
mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari
penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Menurut
sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan
diri individu akan terancam tertolak jika perilaku individu tidak sesuai dengan
norma yang berlaku.
·
Pengertian penyesuaian diri (adaptasi) pada awalnya
berasal dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitu dikemukakan
oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusi. Ia mengatakan “genetic
changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and in
animals, raise offspring, this process is called adaptation”. Artinya tingkah
laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan
tekanan alamiah lainnya. Semua makluk hidup secara alami telah dibekali
beradaptasi dengan keadaan lingkungan alam untuk bertahan hidup. Dalam istilah
psikologi, penyesuaian diri (adaptasi dalam istilah biologi) disebut dengan
istilah adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara
kondisi diri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991).
Dengan demikian, penyesuaian diri merupakan suatu
proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar
terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Penyesuaian
diri juga dapat diartikan sebagai berikut.
a. Penyesuaian diri berarti
adaptasi dapat dipertahankan eksistensi, atau bisa “survive” dan memperoleh
kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan
dengan tuntutan lingkungan sosial.
b. Penyesuaian diri dapat pula
diartikan sebagai konformitas yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar
atau prinsip yang berlaku umum.
PROSES PENYESUAIAN DIRI
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu
mencapai keseimbangan diri untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
lingkungan. Seperti kita ketahui
penyesuaian diri yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri
lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan
manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan
tantangan hidup, guna mencapai pribadi yang sehat.
Orang akan dikatakan
sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia akan mamenuhi kebutuhanya
dengan cara-cara yang wajar atau dapat dierima oleh lingkungan tanpa merugikan
atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin
diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali kehidupan orang tersebut benar-benar
terhindar dari tekanan tergoncangan dan ketegangan jiwa. Aspek-aspek
penyesuaian diri pada dasarnya, penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu
penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
1. Penyesuaian pribadi
Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk
menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan
lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa
kelebihan dan kekuranganya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi
dan potensi dirinya. Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh tidak
adanya rasa benci tidak adanya keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak
percaya pada potensi pada dirinya. Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi
ditandai oleh kegoncangan dan emosi, kecemasan, ketidak puasan, dan keluhan
terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah antara
kemampuan individu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya. Hal inilah
yang menjadi sumber terjadinya konflik
yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk
meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan
seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap
kelompoknya pada khususnya. Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling
mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus yang silih berganti. Dari proses
tersebut, timbul pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan
aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial
terjadi dalam lingkungan hubungan social ditempat individu itu hidup dan
berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup
hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau
anggota masyarakat luas secara umum.
Kesimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses
dinamik dalam interaksi individu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
yang mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri
individu.
Sumber: